Rabu, 06 Agustus 2008

SEBELUM CAHAYA

Jatinangor, 23 Juli 2008

Menit-menit menunggu tandatangan dosen pembimbing dan transkrip nilai...
Ya Allah...akhirnya, jadi sarjana tinggal menghitung hari...Semoga sedikit ilmu yang Kau bagi ini bisa menjadi berkah untuk seluruh umat, untuk seluruh alam.

Sambil menunggu, kubuka satu email dari seorang saudara seperjuangan. Beliau akhwat, wajahnya aku tak tahu...tapi gapapa ya saya minta izin nge-grab tulisannya, karena...bagus...hehehe
"Teh, Enik gapapa saya copy dan disadur ulang emailnya...Seandainya ada yang turut berubah karena tulisan anti, biarlah Allah yang membalas dengan yang lebih baik dari dunia beserta isinya.

Saya mulai membaca perlahan...
Mari kita mulai dengan Basmalah
Semoga menjadi berkah.
Bismillahirrahmanirrahiim.

Lagu ini adalah lagunya Letto, yang nama vokalisnya adalah Noe, beliau punya nama lengkap Sabrang Mowo Damar Panuluh, putra dari Emha Ainun Najib

"Sebelum Cahaya"

Ku teringat hati yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi yang kautempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Reff :
Ingatkan engkau kepada embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta

Kekuatan hati yang berpegang janji
Genggamlah tanganKu cinta
Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri
Temani hatimu cinta

Back to reff

Sampai sini saya masih bertanya-tanya...ada apa dengan lagu ini...
Liriknya bagus, namun belum tertangkap maknanya olehku. Mungkin cuma curahan hati biasa.

Seorang adik binaan, suatu ketika membuka isi lagu di hp saya, salah satunya terdapat lagu sebelum cahaya milik Letto. Lagu tersebut didengarnya terus menerus diulang-ulang hingga teman-teman yang lainnya datang. Sengaja saya mendengarkan dia bernyanyi dan praktis mendengarkan pula apa yang dia nyanyikan. "Sebelum cahaya"?? Penasaran juga kan ...apa sih maksud lagu itu??? Sampai akhirnya saya bertanya pada dia, "Dik, asyik banget nyanyinya... hmmm...da banyak kenangan nii...dengan lagu itu?? Dia menjawab, "jelas kak..banyak kenangan..". Kakak pingin tahu?? Saya mengangguk...
Dan dia mulai menceritakan apa yang dimaksud kenangan tersebut. Kata pertama yang keluar adalah, "itu kan ngingetin kita sama sholat lail kak?"
Sampai sini, saya mulai merinding. Bagaimana bisa adik binaan saya memiliki kepekaan hati yang bagitu dalam. Sedang saya hanya menggunakan mata dan telinga, tanpa menyertakan hati didalamnya... Dia benar, ini mengingatkan kita pada Qiyamul Lail...

Dia meneruskannya Bait pertama lagu ini menunjukkan kalau Alloh selalu mengawasi kita. Alloh melihat kita yang sedang tidur
"Ku teringat hati yang bertabur mimpi"
lalu kita tiba-tiba terbangun,
"Kemana kau pergi cinta..."
kita pergi ke dinginnya air yang membasuh wajah, tangan, kepala, dan kaki kita.
"Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri"
Kemudian kita menegakkan sholat malam, dalam kesunyian,sendiri ketika semua orang tengah terlelap.Ketika dingin menusuk di tulang, ketika mata terasa begitu berat. Siapa yang sanggup untuk menjalankannya?
"Kuatkanlah hati cinta"
Ya...berikanlah kekuatan untukku berdiri, rukuk, sujud dihadapanmu ya Raab.Butuh kekuatan hati untuk melaksanakan raka'at demi raka'at, lantunan ayat2 suci yang kita baca dan dzikir dengan penuh ketawadhuan.

Bait pertama, bait perjalanan sunyi, tabungan cahaya diakhir nanti.
Sampai sini, mataku mulai basah...

"Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya"
Alloh ingin menentramkan hati kita, Alloh mengingatkan bahwa kita tidak sendiri dalam menjalankan sholat Lail, lihatlah ada embun pagi yang turut berdikir dan bertasbih hingga fajar muncul dari ufuk timur
"Ingatkan engkau kepada, angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta"

Rasakanlah sepoi-sepoi angin di sepertiga malam, yang dengan sangat lembut meniup kulit, atau mukena kita.

Bait kedua. Bait penghambaan, tiada satu pun di dunia ini turut bertasbih memuji Allah. namun manusia tidak mengatahui tasbih mereka... Bait persaksian ketika kita ditanya, dan embun pagi, angin yang berhembus bersaksi, "Betul ya Alloh, si fulan telah berdiri, rukuk dan sujud di sepertiga malamMu"
Sampai sini, tetesannya sudah sampai ke pipi...

"Kekuatan hati yang berpegang janji"
Dia adalah orang-orang yang selalu berpegang teguh pada janjinya terhadap Alloh. Janjinya bahwa dia kan selalu menjadikan Alloh sebagai Illah dalam hidupnya.
"Genggamlah tanganKu cinta"
Dia jadikan Allah satu-satunya pegangan, yang akan menjadi buhul terkuat yang takkan pernah terlepas.
"Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri"
Barang siapa yang dicintai Allah, maka Allah perintahkan Malaikat untuk juga mencintai nya, dan malaikat menyampaikan berita kepada seluruh penghuni langit dan bumi "Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia"
"Temani hatimu cinta"
Tak pernah merasa sendiri...Innallaha ma'ana.

Bait ketiga, bait janji cinta. Apa yang tak dikabulkan oleh kekasihnya. Beruntunglah sang kekasih Allah, Sang Pemilik Segala.
Sampai sini, tersungkur hamba bersujud...Ya raab, ampuni kelemahan ini

Wahai orang yang berselimut!
Bangunlah pada malam hari, kecuali sebagian kecil
yaitu separuhnya atau kurang sedikit dari itu
atau lebih dari itu, dan bacalah Al Qur'an dengan perlahan-lahan
Sesungguhnya kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu
Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa), dan (bacaan diwaktu itu) lebih berkesan
Al Muzzammil 1-6

Dims Al Qassam - Dimas E Luftimas, S.Ked
FKUNPAD - FIKA SMA2

ps:Jazakillah khair to teh Enik

Sabtu, 02 Agustus 2008

Jang Geum

Dayang muda itu terusir dari istana bersama seorang wanita setengah baya dan orang-orang buangan lainnya, kondisi mereka semua kumal hasil hukuman penjara dan siksa. Mereka berdua terselamatkan dari hukuman mati atas tuduhan berusaha meracuni raja, hingga terusir dari istana dan diasingkan ke pulau pembuangan yang justru kini menjadi satu pulau yang cukup maju di Korea Selatan, Pulau Jeju.

Jang Geum, ikon pengabdian masyarakat Korea yang membuatnya mendapatkan gelar Dae, gelar kehormatan bagi bangsa Joseon dahulu.

Siapa yang bercita-cita menjadi seorang dokter? Saya iya…tapi tidak bagi Seo Jang Geum, gadis cerdas nan jelita ini justru bercita-cita menjadi Dayang Istana Utama Uapur Kerajaan Joseon, seorang pemasak kerajaan terhebat, ia ingin menuliskan kisah ibunya yang difitnah dalam buku catatan yang khusus dayang utama dapur kerajaan. Namun nasib menggariskan ia menjadi seorang perawat yang kemudian diangkat raja menjadi dokter kerajaan, dokter wanita pertama dalam lingkungan kerajaan Joseon.

Satu ungkapan inspiratif yang ia tangkap dari gurunya, Dayang Istana Han, “Masakan itu dibuat bukan untuk menyakiti seseorang, tapi untuk membuat orang selalu tersenyum dan sehat. Aku tak akan memaafkan siapapun yang menjadikan makanan sebagai alat untuk menyakiti orang”.

Film ini dibuat bukan untuk menggambarkan kisah cinta yang telah sangat lazim dimata penonton, kisah cintanya hanya segelintir, sedikit sekali. Film ini justru sarat dengan pendidikan, mulai dari pendidikan moral, hingga pendidikan politik. Intrik politik yang disuguhkanpun luar biasa, mulai dari hal korupsi, penyuapan(kolusi), hingga nepotisme yang ternyata memang merupakan tabiat manusia. Mulai dari persekongkolan hingga pembentukan tim gabungan untuk membongkar kejahatan internal kerajaan. Luar biasa, menurut saya ini adalah film yang menegangkan sekaligus mengajarkan sesuatu.

Peradaban manusia, sedari dahulu, memang telah diwarnai oleh nafsu duniawi yang pekat meracun jiwa, kekuasaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari apa yang diinginkan manusia. “Dijadikan indah pada pandangan manusia apa-apa yang diinginkan dari perhiasan emas…kuda-kuda pilihan dan binatang ternak…” Allah telah gariskan itu dalam kalamnya yang mulia. Itulah motivasi Jang Geum menjadi Dayang Utama Dapur Kerajaan, karena kekuasaanlah ibunya dibunuh oleh rekan sejawatnya dahulu, sesama dayang istana dapur kerajaan, Dayang Choi, dari keluarga Choi yang memonopoli berbagai jabatan di Istana.

Motivasi utama Jang Geum selalu konsisten, yaitu untuk menuliskan kisah ibunya dalam buku catatan khusus dayang utama dapur kerajaan, biarlah, ia tak terikat hadist Innamal a’malu binniyaat (lha wong, rukun Islam aja ndak tau), namun dalam perjalanan menuju cita-citanya, banyak sekali pesan moral yang dapat diambil dari pribadi seorang Seo Jang Geum. Setiap tindak-tanduknya yang selalu didampingi kecerdasan dan semangat hidup, seperti ketika ia dihukum oleh gurunya untuk mengurus kebun kerajaan yang diisi oleh orang-orang yang sudah tidak memiliki harapan hidup dan cita-cita, maka ia bangun kembali harapan dan cita-cita orang sehingga kebun kerajaan yang tadinya hanya tempat duduk-duduk, menanam bibit tanpa niat memanen, menjadi satu prestasi tersendiri untuknya karena bisa memajukan kembali kebun kerajaan yang dulu tidak ada harapan itu. Atau ketika ia rela mengorbankan nyawanya demi melihat seorang utusan dari Ming (Cina) yang memiliki penyakit diabetes dari gaya hidupnya yang makan seenaknya tanpa diet yang baik menjadi seorang yang dapat mengendalikan nafsu untuk makan secukupnya, bahkan utusan tersebut berubah dari kesal dan marah menjadi respek kepada Jang Geum dan gurunya. Atau ketika ia mengatakan dengan lugas kepada sang raja “yang menyembuhkan seseorang bukanlah dokter, karena dokter hanya berusaha dan kesembuhan ditentukan oleh pasien itu sendiri”, rasanya bangga saya menjadi dokter yang memiliki senior sepertinya. Ialah Jang Geum, refleksi Nafi'un Li Ghairihi.

Marilah kita kembali pada jalan yang lurus, sebelum cerita makin melebar hingga kisah percintaan unik versi orang Korea jaman dahulu yang menurut saya masih lebih mending daripada gaya hubungan pria-wanita non-mahram jaman sekarang. Banyak sekali keutamaan yang dapat kita ambil darinya. Mulai dari kejujuran yang akhirnya berbuah manis untuk semua yang satu visi dalam kebenaran dan pahit sepahit Racun Bunga Mangkok bagi yang memuja kebobrokan, hingga konsep nafi’un li ghairihi, bermanfaat untuk orang lain.

Bagi seorang muslim, ada konsep yang telah Rasulullah SAW gariskan, khairunnaas anfa’uhum linnaas, manusia terbaik adalah dia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Sehingga sedari dulu, menjadi seorang muslim berarti menjadi manusia yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain, dan manfaat itu tak hanya terbatas bagi sesama muslim, bahkan untuk bukan muslim pun bagi seluruh alam. Ya, Allah jadikan manusia sebagai khalifah fil ardhi, status yang sejatinya untuk seorang muslim.

Sebagaimana nilai sedekah hanya dari menyingkirkan duri di jalanan. Berapa banyak kaki yang terselamatkan, berapa banyak roda yang aman dari pecah ban dan berapa banyak kecelakaan dapat terhindar hanya karena satu perbuatan kecil, menyingkirkan duri atau paku dari jalanan. Allah Maha Kaya hingga ia membalas tiap zarrah amal kita dengan balasan berlipat ganda, dan Rasulullah SAW memang pribadi yang cerdas hingga ia mengatakan pada kita untuk ”janganlah meremehkan perbuatan baik sekecil apapun”.

Maka malulah kita seandainya Jang Geum yang tak membaca Qur’an Surat Cahaya ayat 31 namun begitu tertutup pakaiannya (tinggal memakai jilbab), memiliki sense of crisis terhadap apa yang ia lakukan, penuh penghayatan, penuh pengabdian, penuh motivasi, dan ia ingin menjadi manfaat untuk orang lain, sedangkan kita hanya hidup termangu apa adanya tanpa usaha. Menjadi apapun baginya adalah karya nyata pengabdian terbaik, menjadi pemasak ataupun dokter. Khairunnaas anfa’uhum linnas.

Pada akhirnyapun ia dapat mewujudkan cita-citanya, menuliskan kisah ibunya dalam buku catatan khusus Dayang Istana Utama Dapur Kerajaan.

Dimas E Luftimas